top of page

Kendala dalam Menerapkan IMTA pada Budidaya Udang

Redaktur: Audri Rianto

Integrated Multi-Trophic Aquaculture (IMTA) merupakan salah satu metode budidaya yang mengintegrasikan berbagai organisme akuakultur dari trofik yang berbeda. Seperti yang kita ketahui, budidaya udang merupakan kegiatan yang dapat menghasilkan limbah yang cukup berlimpah serta dapat memberikan dampak negatif terhadap lingkungan.



Sumber: ykan.or.id

 

Untuk itu, dalam konteks budidaya udang, IMTA berpotensi mengurangi dampak lingkungan sekaligus meningkatkan efisiensi produksi. Namun, penerapan metode ini menghadapi berbagai kendala yang perlu diatasi untuk memastikan keberhasilannya. Berikut ini beberapa tantangan utama yang akan dihadapi saat akan menerapkan IMTA pada budidaya udang.

 

1. Kompleksitas Desain Sistem

IMTA memerlukan perencanaan yang matang untuk memastikan semua organisme yang dibudidayakan saling melengkapi secara ekologis. Dalam budidaya udang, memilih organisme pendamping seperti rumput laut, moluska, atau ikan herbivora yang sesuai membutuhkan penelitian mendalam. Selain itu, desain sistem harus mempertimbangkan faktor seperti sirkulasi air, pencahayaan, dan distribusi nutrien agar mendukung pertumbuhan yang optimal untuk semua organisme.

 

2. Investasi Awal yang Tinggi

Menerapkan IMTA sering membutuhkan investasi awal yang signifikan, terutama untuk infrastruktur dan teknologi pendukung seperti sistem pemantauan kualitas air, instalasi biofilter, dan wadah budidaya yang terpisah tetapi saling terhubung. Biaya tinggi ini dapat menjadi penghalang bagi petambak kecil yang memiliki keterbatasan modal.

 

3. Pengelolaan Keseimbangan Ekosistem

Menjaga keseimbangan antara berbagai organisme dalam sistem IMTA adalah tantangan yang besar. Jika salah satu spesies tumbuh terlalu cepat atau terlalu lambat, maka akan mengganggu ekosistem dan mengurangi efisiensi sistem. Sebagai contoh, pertumbuhan alga yang berlebihan akibat kelebihan nutrien dapat menyebabkan eutrofikasi, yang mana kondisi ini akan merugikan organisme lain.

 

4. Risiko Penyakit

Penerapan IMTA meningkatkan kompleksitas manajemen kesehatan organisme. Penyakit yang menyerang satu spesies dapat menyebar ke spesies lain, terutama jika sistem pengelolaan air tidak optimal. Budidaya udang misalnya, sangat rentan terhadap berbagai penyakit seperti white spot syndrome virus (WSSV) yang dapat menyebar melalui air.

 

5. Keterbatasan Pengetahuan dan Sumber Daya Manusia

Penerapan IMTA membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang ekologi, manajemen kualitas air, dan perilaku organisme yang dibudidayakan. Banyak petambak tradisional yang belum memiliki pengetahuan atau pelatihan yang memadai untuk mengelola sistem ini. Selain itu, ketersediaan tenaga ahli di bidang akuakultur masih terbatas di beberapa daerah di Indonesia.

 

7. Pasar dan Permintaan Konsumen

Pasar akuakultur saat ini cenderung lebih familiar dengan produk monokultur seperti udang vaname. Meskipun IMTA dapat menghasilkan produk tambahan seperti ikan atau rumput laut, namun pangsa pasar untuk produk-produk ini mungkin belum berkembang dengan baik. Edukasi konsumen dan pemasaran produk hasil IMTA perlu ditingkatkan untuk mendukung keberlanjutan metode ini.

 

Dengan mengatasi berbagai kendala yang telah disebutkan, IMTA dapat menjadi solusi yang tepat untuk mengoptimalkan produksi udang sekaligus melestarikan lingkungan.

 


Baca Juga

45 tampilan

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Comments


bottom of page