top of page
Redaktur: Audri Rianto

Manajemen Air dan Lumpur Tambak Untuk Cegah Penyakit Kotoran Putih


Pada dunia pertambakan udang, White Feces Desease (WFD) menjadi momok yang paling menakutkan. Pasalnya, penyakit ini mampu menciptakan kerugian yang sangat besar apabila tidak ditangani dengan baik.

Dari pengamatan praktisi, WFD atau penyakit kotoran putih ini kerap menyerang udang pada keadaan tambak dengan manajemen lingkungan yang buruk, baik dari sisi kualitas air maupun dasar tambak.

Sumber: isw.co.id

Tanda kualitas air yang buruk adalah rendahnya nilai oksigen terlarut dalam air (DO) dan nilai keasaman (pH) yang kerap berfluktuasi. Buruknya kualitas air juga tidak terlepas dari buruknya kualitas lingkungan pada dasar tambak. Biasanya disebabkan oleh penumpukan sisa pakan berlebih dan material organik.

Akibatnya, kondisi tersebut membuat meningkatnya jumlah plankton. Ledakan jumlah plankton yang terus menerus tentu sangat berpengaruh terhadap kadar oksigen terlarut dalam air. Akhirnya, udang harus bersaing dengan plankton untuk mendapatkan oksigen.

Tidak hanya itu, penumpukan limbah organik di dasar tambak juga menyebabkan meningkatnya jumlah bakteri vibrio. Seperti yang diketahui bahwa bakteri vibrio merupakan dalang di balik munculnya beragam jenis penyakit pada udang.

Manajemen Kualitas Air

Sebelum memasukkan air ke dalam petak tambak, air sebaiknya ditampung terlebih dahulu pada kolam tandon untuk diberikan perlakuan (treatment). Selama berada di kolam tersebut, perhatikan selalu kualitas air. Sesuaikan kualitasnya dengan yang dibutuhkan oleh udang untuk dapat hidup dan berkembang.

Untuk menyuplai oksigen secara berkala, maka keberadaan kincir air dengan jumlah yang telah disesuaikan dengan luas tambak sangatlah diperlukan, terutama pada tambak dengan padat tebar yang tinggi. Penempatan kincir pada kolam tandon juga dapat dilakukan, agar air lebih kaya akan oksigen sebelum akhirnya dimasukkan ke dalam petak tambak.

Manajemen Dasar Tambak

Tambak yang baik adalah tambak yang memiliki kolam khusus untuk menampung lumpur tambak. Setelah panen, lumpur organik yang dihasilkan tambak harus dikeruk dan dibuang ke kolam khusus tersebut.

Pembuangan lumpur tambak secara sembarangan atau di sekitaran petak tambak dikhawatirkan dapat memicu penyebaran bakteri penyebab penyakit ke petak lainnya.

Dengan menerapkan manajemen kualitas air dan lumpur tambak yang baik, maka proses pencegahan munculnya penyakit WFD atau kotoran putih dapat berjalan secara berkesinambungan.

Baca Juga:

235 tampilan

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page