top of page
Redaktur: Balitbang KP

Deteksi Dini Myo pada Udang


Melihat sejarah masuknya myo di Indonesia, penyebaran penyakit ini tergolong cepat dan dampak dari serangan virus myo sejak 2006 terutama di wilayah Jawa Timur dan Lampung masih berkelanjutan. Penyakit ini juga menyebabkan produktivitas tambak merosot hingga tinggal 30-40%. Gejala klinis udang yang terserang IMNV (Infectious Myo Necrosis Virus) biasanya terjadi nekrosis atau kerusakan jaringan otot pada tubuh udang dengan ciri warna putih pada otot yang terserang.

Udang mengalami kram, lalu pada segmen badannya terdapat seperti gumpalan awan putih. Jika sudah parah, jaringan otot akan mati dan berwarna merah. Diagnosa telah dilakukan dan dikonfirmasi oleh Aquaculture Pathology Lab di University of Arizone (Dr Lightner, USA). Ciri-ciri udang di tambak jika terkena myo adalah udang pucat, kemudian memerah di bagian ruas bawah sampai ekor. Penyakit ini mulai teramati pada umur 40-60 hari berupa pembesaran organ limfoid dan nekrosis (busuk) bagian abdomen.

Penyebab terjangkitnya penyakit ini ditengarai oleh menurunnya kualitas air atau tidak stabilnya kualitas air media budidaya, terutama fluktuasi suhu. Terdapatnya sisa pakan yang menumpuk didasar tambak akan berubah menjadi amonia sehingga sangat berpotensi menjadi racun yang mematikan hewan udang.

Hasil penelitian Lightner juga menunjukan hasil perbandingan sequencing karakteristik terhadap virus myo yang menyerang di Brasil dan Indonesia memiliki kesamaan hingga 99.6%. Lalu hasil uji tentang virus ini menunjukan bahwa virus ini hanya menyerang udang vannamei (Litopeaeus vannamei), sementara udang windu (Penaeus monodon), dan Penaeus stylirostris tidak terjangkit.

Biosekuriti ketat

Sejumlah langkah yang bisa dilakukan para petambak untuk meminimalisir penyakit myo, yang pertama adalah selalu gunakan benur dari indukan yang sudah terbukti bebas dari penyakit atay SPF (Specific Pathogen Free). Selanjutnya adalah penerapan biosekuriti yang ketat dalam kawasan pertambakan, kurangi kepadatan tebar benur tanpa oksigen yang cukup untuk supra intensif dan lakukan pemanenan bertahap.

Biosekuriti yang dapat dilakukan contohnya pembalikan tanah tambak, pengeringan tambak selama 2 minggu, pemberian klorin yang harus di netralkan nantinya agar tidak menjadi racun yang membunuh udang. Klorin harus dibilas keluar dari tambak dengan mengalirkan air ke dalam tambak kemudian airnya dibuang. Selanjutnya dapat dilakukan penyaringan air dengan tambak tandon, serta aplikasi plankton dan probiotik dapat memutus mata rantai serangan penyakit. Langkah lainnya untuk mencegah penyakit myo dan penyakit lain masuk tambak baik melalui air, benur, maupun agen pembawa (kepiting, ikan, burung dan lainnya). Misalkan dengan memasang jaring atau plastik di dasar tambak untuk mencegah biota air seperti kepiting masuk tambak dan menggunakan alat penghalau burung.

Penerapan biosekuriti juga sebaiknya dilakukan pada satu area pertambakan yang menggunakan satu saluran atau sumber air dan benur yang sama. Ada baiknya dibentuk klaster pertambakan supaya ada kesepakatan pengelolaan antar petambak satu kawasan. Kesepakatan yang dimaksud, misalnya jika satu tmbak terserang penyakit makan air tambaknya jangan langsung dibuang melainkan diberi perlakuan dulu seperti klorin pada air yang akan dibuang untuk meminimalisir penyebaran penyakit ke tambak lainnya.

Sumber: Tim Peneliti Kesehatan Ikan dan Lingkungan Balai Penelitian dan Pnegembangan Budidaya Air Payau Maros

Hubungi Customer Sales Representative kami di Indah Sari Windu Medan: Jl. Sutomo No. 560, Medan, Sumatera Utara, 20231, Indonesia Surabaya: Pergudangan Tanrise Westgate Diamond, Blok B-16, Wedi, Gedangan, Sidoarjo 61254, Indonesia Telp: 061 4571 224 - 0812 60830602 Up. Cherrie Gisela

1.192 tampilan

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page